🌅 Who is She? 🌅
“Asyik, udah jadi kapten basket nih sekarang,” goda Hasa.
Viktor berdecak kesal. “Bukannya senang, gue malah kepikiran beban tanggung jawabnya, Cil.”
Hasa William Geraldo, adik kelasnya yang sangat dekat dengannya sejak berada di sekolah menengah pertama itu sering dipanggil 'Bocil' (bocah kecil) oleh Viktor dan ketiga temannya.
“Emang jadi kapten basket tanggung jawabnya berat, ya?” tanya Hasa masih sambil berjalan.
“Iyalah, Cil. Lo tau sendiri kan, Kak Andreas, mantan kapten basket kita, dia udah banyak banget cetak prestasi buat sekolah dan bikin nama tim basket sekolah kita jadi lebih banyak dikenal sekolah lain,” tutur Viktor.
Hasa mengangguk paham sembari menggaruk tengkuk kepalanya. “Iya juga ya. Tapi, pasti Kak Andreas udah mikir matang-matang sebelum nunjuk Bang Viktor buat gantiin dia. Hasa juga percaya kalau Bang Viktor pasti bisa mengemban tugas sebagai kapten basket. Semangat dong, Bang!”
Viktor melirik kilas Hasa, tidak habis pikir dengan adik kelasnya ini yang selalu terlihat semangat. Dia menyunggingkan senyum kecil, lalu mengacak-acak pelan rambut Hasa. “Thanks ya, Cil, udah percaya sama gue.”
Hasa tersenyum manis dan mengangguk pelan. “Ayam kremes dua box ya, Bang!”
Viktor menjitak kepala Hasa. “Dasar Bocil! Ternyata ada maunya lo ya!”
Hasa tertawa kencang. “Bercanda, Bang.”
Saat ini, mereka baru saja selesai latihan basket sekaligus diskusi pemilihan kapten basket baru untuk menggantikan Andreas, yang notabenenya sudah menduduki bangku kelas tiga. Karena pihak sekolah melarang murid kelas tiga mengikuti ekstrakurikuler dengan alasan agar fokus dengan ujian kelulusan yang akan mereka hadapi nanti. Arloji biru berlin di tangan Viktor menunjukkan pukul lima sore. Koridor lantai satu gedung B tampak lengang. Viktor dan Hasa berniat untuk menuju ruang ganti.
Sebelum mereka menuju ruang ganti, mereka harus melewati koridor dengan sisi yang dipenuhi lemari loker untuk murid kelas dua gedung B. Saat Hasa dan Viktor sedang asyik berbincang sambil sesekali bercanda, terdengar keributan yang menggema ke seluruh koridor lantai satu gedung B. Hal itu membuat Hasa dan Viktor menghentikan obrolan dan candaannya dengan Hasa. Dia menautkan kedua alisnya saat melihat pemandangan yang menjadi sumber keributan itu. Tanpa sadar, tangan kanannya mengepal.
“Itu gengnya Kak Zaydan kan ya, Bang?”
Viktor tidak menjawab. Dia berjalan dengan langkahnya yang cepat. Hasa tidak sempat menahan Viktor. Viktor langsung menarik Rivan menjauh dari seorang murid perempuan yang terlihat sangat ketakutan. Dia berdiri di depan murid perempuan itu.
“Mau apa lo?” ketus Viktor.
Rivan seketika mendorong Viktor. “Kenapa lo ikut campur, huh?! Mau jadi pahlawan kesiangan lo?!”
Viktor mendengkus kesal. “Lo laki, 'kan? Kenapa beraninya sama perempuan? Lo ngapain gangguin dia?”
Rivan yang tidak terima sudah didorong oleh Viktor, langsung melayangkan tinju ke wajah Viktor.
“Kenapa? Kesakitan lo?” celetuk Rivan.
Tanpa banyak bicara, Viktor membalas pukulan Rivan. Bukannya melerai, Zaydan dan Dean malah ikut memukul Viktor. Hasa mulai panik, berusaha untuk memisahkan Viktor dari Rivan dan yang lainnya. Namun, apa daya dia malah terdorong dan terkena pukulan.
Hasa pun tidak sanggup. Viktor terlibat pertikaian sengit dengan Rivan dan kedua temannya. Bayangkan saja satu lawan tiga orang. Sudah dipastikan Viktor tidak bisa bertahan lama menghadapi mereka. Hasa memutuskan untuk menghubungi Jevan.
Butuh waktu lima menit untuk Jevan sampai di koridor gedung B, karena Jevan sedang berada di perpustakaan bersama Ardio dan jarak dari perpustakaan ke gedung B cukup jauh. Jevan dan Ardio datang dan bergegas melerai mereka. Jevan dan Ardio menarik Rivan dan kedua temannya. Sedangkan Hasa menarik Viktor yang kini sudah terlihat kacau.
“Kalian ngapain sih berantem?! Mau jadi jagoan di sekolah, huh?! Dipikir kalian keren berantem kayak gitu?!” omel Jevan.
Rivan masih menatap bengis Viktor. Bahkan, dia hampir memukul Viktor kembali jika seandainya Jevan tidak menahannya dan mengeluarkan jurus taekwondo yang membuat Rivan meringis kesakitan.
“Urusan lo sama gue belum selesai, bangsat!” ketus Rivan.
Rivan dan ketiga temannya itu bergegas meninggalkan Viktor dan yang lainnya.
“Lo juga, Sa! Kenapa muka lo lebam gitu?! Ikut berantem juga lo, huh?! Bukannya pisahin malah ikut berantem!” omel Jevan.
Hasa mendelik kaget karena terkena omelan Jevan. “Astaga, enggak, Bang! Niat hati tadi Hasa mau pisahin mereka, tapi Hasa malah kena tampol sama kedorong, Bang.”
Viktor teringat dengan murid perempuan yang diganggu oleh Rivan dan teman-temannya. Dia tidak melihat murid perempuan itu di tempat semula. Dia berjalan menelusuri koridor dan menemukan murid perempuan itu tengah bersembunyi ketakutan di dekat loker.
“Hey, hey, it's okay. Sekarang udah enggak ada yang berani gangguin lo lagi kok. Lo aman sama gue,” tutur Viktor dengan lembut.
Sementara itu, Hasa sibuk menjelaskan kronologi kejadian kepada Jevan dan Ardio.
“Lo murid baru ya? Satu angkatan sama Hasa?” tanya Viktor.
Perempuan itu hanya mengangguk patah-patah. Wajahnya masih tertunduk dan tidak berani menatap Viktor.
“Vik, is she okay?” tanya Jevan dari kejauhan.
Viktor menoleh ke arah Jevan. “Still a little shocked i guess. Tapi, enggak ada yang terluka kok.”
Jevan dan yang lainnya menghampiri Viktor dan murid perempuan dengan rambut sebahu itu. Namun, perempuan itu malah terlihat tidak nyaman.
“Enggak usah takut. Mereka ini teman-teman gue, mereka baik kok,” tutur Viktor.
Perempuan itu perlahan mulai memberanikan diri menatap Viktor dan yang lainnya. Hasa tersenyum manis kepada perempuan itu, Jevan tersenyum ramah dan melambaikan tangannya, dan Ardio tersenyum simpul.
“Te–terima kasih, Kak. Kalau gitu, a—aku pulang duluan,” ucapnya terbata-bata, sepertinya karena masih ketakutan.
“Eh tapi...,” belum sempat Viktor menyelesaikan ucapannya, perempuan itu sudah berlari meninggalkan mereka.
“Jev, Ar, tolong lihatin dia deh di depan. Seengaknya pastiin Rivan and the gang enggak gangguin dia lagi. Gue sama Hasa mau ganti baju dulu,” pinta Viktor.
Jevan mengangguk paham dan pergi bersama Ardio untuk menyusul perempuan itu. Sementara itu, Hasa dan Viktor menuju ruang ganti untuk mengganti baju mereka.
—To be Continued—